
Do you speak English? Read the translated article here!
Kesimpulan yang didapat setelah membeli iPhone rekondisi tidak resmi seperti yang dijelaskan di artikel ini adalah, Penulis seharusnya membeli iPhone bekas, dan Anda juga. Dan, itulah yang Penulis lakukan 3 bulan yang lalu, tepat sebelum terjadi darurat COVID di Indonesia.
Di artikel ini, Penulis akan membagikan pengalaman Penulis menggunakan iPhone bekas sebagai ponsel utama (atau daily driver) selama kurang lebih 3 bulan. Setelah ini, Penulis juga akan menulis beberapa artikel singkat tentang bagaimana Anda bisa menguji keaslian komponen iPhone Anda dengan sebuah aplikasi kecil bername 3uTools, dan bagaimana Penulis akhirnya bisa pindah dari Android ke iOS. Jadi, nantikan saja.
Mengapa Penulis Membeli iPhone Bekas
Sebelumnya, Penulis menggunakan Huawei P30 Pro, ponsel Huawei terakhir yang didukung oleh Google. Ponselnya sendiri garang, dan kameranya mengagumkan (meskipun AI nya terus membuat foto makanan Penulis menjadi sangat kuning…). Namun, ada beberapa bug pada software-nya, dan yang paling menonjol adalah ponsel tersebut secara konstan mengalami hang ketika Penulis mencoba mengirimkan gambar melalui WhatsApp. Bug tersebut mendorong Penulis untuk mencari ponsel pengganti, dan Penulis sudah berencana untuk pindah ke iOS sejak beberapa bulan sebelumnya.

Nah, pada suatu hari, ketika Penulis sedang bercengkrama dengan teman-teman sekantor, Penulis melihat salah seorang di antara mereka sedang memegang iPhone baru. Penulis bertanya tentang hal itu, dan yang bersangkutan menyatakan kalau yang dipegangnya adalah iPhone bekas. Penulis bertanya, “Harga berapa?”, dan jawabannya mengejutkan sekaligus membangkitkan hasrat hedonisme Penulis. Harganya sesuai dengan anggaran Penulis. Jadi, setelah P30 Pro lama Penulis terjual, Penulis meminta tolong teman tersebut untuk menemani Penulis berbelanja.
Pengalaman Membeli iPhone Bekas
Penulis berhasil mendapatkan sebuah iPhone XS 256GB bekas dengan harga hanya Rp8.800.000. Meskipun terdapat beberapa goresan di kaca belakang dan frame besinya, ponselnya sendiri dalam keadaan baik, dan tidak ada bekas pecah atau penyok. Battery life nya sendiri juga sangat bagus, dengan nilai 98%.

Layaknya membeli semua ponsel, Penulis mengecek semua fungsi iPhone bekas tersebut: Speaker, konektivitas, kamera, Face ID, layar, dan tentu saja, port. Semuanya bekerja dengan baik.
Sayangnya, seperti semua iPhone bekas yang dijual di sini, Penjual hanya memberikan dus dan aksesoris OEM (atau KW). Bukan masalah, karena Penulis juga sudah berencana untuk membeli charger dan kabel baru juga. Charger 5W yang didapatkan terlalu kecil untuk kebutuhan Penulis. Penulis pada akhirnya membeli charger GaN untuk mendapatkan fitur USB Power Delivery (USB PD). Pada waktu yang sama, Penulis juga membeli case dan pelindung layar.

Terakhir, teman Penulis tersebut juga menyarankan Penulis untuk megecek keaslian iPhone bekas tersebut dengan sebuah aplikasi bernama 3uTools. Penjualnya memberikan screenshot aplikasi tersebut untuk ponsel yang Penulis beli, tapi karena Penulis penasaran ingin mencobanya sendiri, Penulis mengeceknya segera setelah pulang ke rumah. Silahkan nantikan artikelnya untuk hal ini, ya.
Penggunaan sebagai Ponsel Utama
Berpindah dari Android ke iOS cukup menghabiskan waktu. Tapi, karena Penulis sudah menerapkan gaya hidup cross platform, hal ini tidaklah sulit. Satu hal yang tidak bisa Penulis pindahkan adalah chat history WhatsApp. Untungnya, tidak ada hal penting yang tersimpan di sana. Kebanyakan aplikasi yang Penulis gunakan juga tersedia di iOS. Jika tidak, selalu ada alternatifnya.
Performa ponsel juga mantap. Dibandingkan dengan ponsel Android, Penulis harus mengakui kalau semua hal di iOS jauh lebih mulus dan konsisten, terutama di aplikasi-aplikasi bawaan. Face ID juga cepat, akurat, dan bekerja bahkan di kegelapan yang pekat sekalipun. Penulis tidak kangen lagi dengan sensor sidik jari. Audio yang dikeluarkan juga mantap; keras dan bersih. Kameranya juga oke. Bagaimana dengan poninya? Sejujurnya, poni iPhone bekas ini tidak terlalu mengganggu Penulis.
Kemudian, ada istilah ekosistem tertutup Apple. Ketika menggunakan MacBook Pro milik kantor, Penulis menyadari kalau Penulis bisa menerima telepon dan pesan langsung dari Mac. Tidak hanya itu, Penulis juga bisa langsung meng-copy teks (atau bahkan gambar!) dari iPhone ke Mac dan sebaliknya; mudah dan nyaman. Airdrop juga bekerja layaknya sihir. Penulis akhirnya bisa sepenuhnya meninggalkan transfer data secara kabel. Jujur saja, kedua pengalaman tadi sudah cukup untuk menggoda Penulis untuk membeli produk-produk Apple yang lain… (Airpods atau Apple Watch, mungkin?)

Namun, tidak ada yang sempurna. Satu hal yang sangat Penulis sesalkan adalah daya tahan baterainya. Mari hadapi kenyataan, se-efisien apapun iOS, tetap tidak bisa mengalahkan hukum fisika baterai. Ukuran 2.658mAh jelas tidak bisa bersaing dengan 4.000mAh++ yang sudah banyak ditawarkan ponsel Android. Dengan penggunaan normal ala Penulis, iPhone tidak mampu bertahan selama seharian penuh. Daya tahannya makin mengenaskan jika Penulis menggunakannya sebagai hotspot Wi-Fi.

Berikutnya, dukungan kartu SIM. Model yang Penulis beli hanya punya 1 slot SIM fisik. Meskipun mendukung hingga 10 nomor eSIM (tapi hanya 1 yang aktif), eSIM masih belum populer di Indonesia, hanya Smartfren saja yang mendukungnya. Penulis bukan pengguna Smartfren, jadi Penulis akan butuh 1 ponsel lain untuk nomor ke-dua Penulis.
Ke-tiga, NFC. Meskipun Apple sudah sedikit lebih terbuka tentang penggunaan NFC di iPhone-iPhone model baru, implementasinya masih belum seterbuka Android, dengan dukungan yang terbatas untuk tag-tag tertentu saja, dan di sisi lain, implementasi dari pengembang sepertinya juga masih minim (setidaknya di Indonesia). Meskipun bukan masalah besar, Penulis masih berharap fitur NFC di iPhone bisa seterbuka dan seluas di Android.
Terakhir, jika Penulis membeli iPhone XS ini dalam keadaan baru, Penulis juga akan mengeluh tentang charger 5W yang ada dalam paket penjualan. Tapi, karena ini adalah ponsel bekas dengan aksesoris KW, Penulis tidak akan komplain. Seperti yang sudah ditulis sebelumnya, Penulis sudah membeli charger GaN yang sudah mendukung USB PD, yang bisa mengisi daya iPhone XS Penulis dengan daya 18W. Sebagai bagian dari standar USB PD, Penulis juga bisa men-charge ponsel ini menggunakan charger MacBook Pro. Smartphone sekarang sudah cukup pintar untuk memberitahu charger berapa besar daya yang mereka butuhkan.

Kesimpulan

3 bulan telah berlalu dan Penulis masih suka dengan ponsel ini. Penulis rasa bahwa kesederhanaan memang benar-benar hal utama yang ditawarkan oleh iPhone, sangat kontras dengan pandangan Android yang memberikan penggunanya kontrol yang cukup luas. Memang, ketika sesuatu tidak berjalan dengan baik, Anda akan kesulitan mencari jalan keluarnya. Sebaliknya, jika semuanya berjalan lancar, akan terasa seperti sihir.
Jadi, setelah menggunakan iPhone bekas ini selama 3 bulan dan memantau pergerakan harganya di pasar, inilah rekomendasi Penulis. Daripada membeli iPhone model terbaru dengan harga peluncuran, mengapa tidak mundur 1 generasi dan membelinya dalam kondisi bekas? Harganya sudah turun cukup drastis, dan Anda hanya kehilangan 1 tahun pembaruan software. Apple biasanya mendukung sebuah ponsel hingga 5 tahun, dan 4 tahun software update itu masih mengagumkan, jika dibandingkan dengan 2 tahun (atau bahkan jauh di bawah itu) di kamp Android.
Ya, mungkin Anda tidak akan dapat perasaan “Aku punya iPhone terbaru dan termasa kini!”, tapi jika Anda seperti Penulis: tidak ingin menebus sebuah ponsel seharga laptop high-end atau motor, maka Penulis berani bertaruh Anda mencari sebuah alat, bukan aksesoris untuk dipamerkan. Sebuah iPhone berumur 1 atau 2 tahun masih merupakan sebuah alat yang sama baiknya dengan iPhone model terbaru.
Meskipun selalu ada risiko ketika membeli barang bekas, berikut adalah beberapa tips untuk meminimalisirnya (untuk iPhone):
- Tanyalah kebijakan pengembalian barang toko, jaga-jaga jika sesuatu terjadi pada ponsel Anda. Tergantung tempat Anda berbelanja, Anda mungkin juga mau membeli asuransi tambahan ketika membeli secara daring.
- Periksalah barangnya sebelum membeli. Jika Anda harus membeli secara online, pilihlah penjual yang terpercaya dengan reputasi yang baik. Harga tentu saja merupakan faktor penentu, tapi kita juga seharusnya tidak mengabaikan ulasan pembeli.
- Segera setelah Anda memegang iPhone bekasnya, periksalah fungsi-fungsinya secara menyeluruh. Beberapa hal di antaranya:
- Kondisi fisik (tombol dan kosmetik)
- Layar
- Audio (Speaker, Earpiece)
- Konektivitas (Wi-Fi, Bluetooth, Seluler, Port Lightning)
- Daya tahan baterai (dari Pengaturan perangkat)
- Kamera
- Media autentikasi (Face ID, sensor sidik jari)
- Kondisi garansi (Anda bisa memeriksanya di sini)
- Cek keaslian iPhone dengan menggunakan 3uTools.

Oke, demikianlah artikel ini, Kawan. Penulis harap, artikel comback yang panjang ini bisa bermanfaat. Seperti biasa, jika Anda punya komentar atau pertanyaan, jangan segan untuk mengeluarkannya di kolom bawah. Akhir kata, terima kasih banyak telah berkunjung, sampai jumpa di artikel berikutnya, dan selamat berburu!